Inspektur Pembantu Investigasi menjadi Narasumber Sosialisasi Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, Kartu Kredit Pemerintah Daerah, dan SIPD
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH YANG AKUNTABEL
KOTA BIMA – Hari kedua pelaksanaan Sosialisasi Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, Kartu Kredit Pemerintah Daerah, dan SIPD RI yang dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bima menghadirkan salah satu pembicara dari Inspektorat Daerah Kota Bima, yaitu Siswadi selaku Inspektur Pembantu Investigasi. Dalam paparannya, Siswadi mengajak seluruh peserta yang merupakan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) dan Bendahara Pengeluaran seluruh SKPD untuk senantiasa tertib dalam melakukan pertanggungjawaban belanja. Selama ini, saat Inspektorat melakukan pengawasan, baik dalam bentuk audit, evaluasi, reviu, monitoring, maupun konsultansi, masih ditemukan adanya belanja yang belum didukung dengan bukti pembayaran yang akuntabel. Contohnya, banyak SPJ perjalanan dinas yang tidak menyertakan laporan perjalanan, tidak terdapat nomor dan tanggal pada kuitansi, dan lain sebagainya.
Dikatakan, kelemahan semacam itu salah satunya diakibatkan oleh pengelola keuangan pada SKPD maupun unit SKPD tidak benar-benar menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya, sebagaimana terdapat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Seringkali, proses penatausahaan dan pertanggungjawaban hanya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran saja. Hal ini mengakibatkan tidak adanya reviu secara berjenjang atas proses penatausahaan dan pertanggungjawaban belanja. Untuk itu, diminta agar seluruh pengelola keuangan pada SKPD dan Unit SKPD agar memahami dan berperan sebagaimanamestinya pada pengelolaan keuangan masing-masing.
Siswadi juga mendorong agar seluruh perangkat daerah melakukan belanja operasional perkantoran seperti ATK serta makanan dan minuman melalui katalog lokal yang telah tersedia di Pemerintahan Daerah Kota Bima. Selain itu, untuk efisiensi administrasi pertanggungjawaban belanja modal, diminta agar seluruh perangkat daerah memedomani ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah, khususnya menyesuaikan SPJ dengan bentuk kontrak yakni bukti pembelian, kuitansi, surat perintah kerja, surat perjanjian, dan surat pesanan. Khusus untuk belanja ATK dan yang semisal, Siswadi menganjurkan agar dilakukan dengan Kontrak Payung.
Diakhir paparannya, Siswadi menyajikan nilai Survei Penegakan Integritas (SPI) Kota Bima yang berada pada kategori Sangat Rentan Korupsi dengan angka 59,17. Penilaian oleh internal pegawai Pemerintahan Kota Bima, risiko yang mendominasi dari 7 kategori penilaian adalah Risiko Penyalahgunaan Fasilitas Kantor sebesar 63%, Risiko Pengelolaan PBJ sebesar (45%), dan Risiko Nepotisme dalam Pengelolaan SDM sebesar 41%. Peran PPK dan Bendahara Pengeluaran dalam meningkatkan nilai SPI dianggap sangat tinggi, sehingga diharapkan elemen ini dapat bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Disamping itu, PPK dan Bendahara diharapkan menjadi pendukung terbesar semangat anti korupsi, minimal dengan tidak melakukan atau menerima gratifikasi.